Dua Musuh Utama Demokrasi Sukabumi: Hoaks Digital dan Politik Uang yang Menggerus Kepercayaan

Oleh: [Rudini, kadiv sosdiklih parmas dan sdm]

Demokrasi di Kabupaten Sukabumi, seperti di banyak daerah lain di Indonesia, sedang menghadapi ujian berat di era digital. Sebagai garda terdepan penyelenggara pemilu yang berdaulat, mandiri, dan berkualitas, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sukabumi tidak hanya bertugas mengatur logistik dan administrasi pemungutan suara. Tantangan kontemporer yang jauh lebih kompleks kini menuntut peran aktif mereka: melawan gelombang hoaks yang menyebar secepat kilat dan memberangus praktik politik uang yang semakin canggih dan terselubung. Kombinasi keduanya adalah racun yang menggerus fondasi demokrasi kita.

Pertama, Hoaks: Perang Informasi di Ruang Maya.

Era digital telah mengubah medan pertarungan opini publik. Hoaks politik tidak lagi sekadar selebaran gelap atau isu mulut ke mulut, melainkan konten yang dirancang menarik, viral, dan menyasar emosi. Di Sukabumi yang masyarakatnya semakin terhubung, platform seperti WhatsApp grup, Facebook, TikTok, dan Instagram menjadi ladang subur bagi narasi-narasi bohong. Mulai dari fitur terhadap calon, isu SARA, hingga informasi menyesatkan tentang tata cara pemilu, semua berpotensi mempengaruhi rasionalitas pemilih.

Tantangan KPU Sukabumi di sini adalah tiga hal: kecepatan, jangkauan, dan kredibilitas. KPU harus mampu mendeteksi dan membantah hoaks dengan lebih cepat dari penyebarannya. Mereka tidak boleh hanya mengandalkan website resmi, tetapi harus aktif "menjaring" pemilih di platform digital yang mereka gunakan, dengan bahasa yang populer dan mudah dicerna. Kolaborasi dengan komunitas lokal, influencer daerah, dan relawan siber menjadi keniscayaan.

Kedua, Politik Uang: Mutasi Virus Lama di Ekosistem Baru.

Politik uang di Sukabumi telah mengalami mutasi. Tidak lagi sebatas bagi-bagi uang tunai menjelang pencoblosan. Praktiknya kini bisa lebih halus: bantuan modal usaha berbau janji politik, distribusi paket sembako melalui aplikasi pesan-antar, hingga pinjaman tanpa agunan yang "kebetulan" ditawarkan oleh relawan calon tertentu. Modus ini lebih sulit dilacak, dikemas sebagai bantuan sosial, dan memanfaatkan kebutuhan ekonomi masyarakat.

Ini menjadi tantangan pengawasan yang luar biasa bagi KPU. Mereka membutuhkan analisis data transaksi keuangan mencurigakan yang bekerja sama dengan otoritas keuangan. Namun, yang lebih penting adalah sosialisasi yang masif tentang konsekuensi hukum dan moral politik uang. Masyarakat harus diyakinkan bahwa menerima politik uang bukan sekadar pelanggaran kepemiluan, melainkan pengkhianatan terhadap kedaulatan suara mereka sendiri yang bernilai jauh lebih tinggi.

Lalu, Apa yang Harus Diperkuat?

KPU Kabupaten Sukabumi tidak bisa bekerja sendirian. Untuk menghadapi dua tantangan ini, diperlukan strategi terintegrasi:

  1. Pendidikan Pemilih Berbasis Digital: Materi pendidikan pemilih harus dirancang sebagai konten menarik (infografis, video pendek, podcast) yang menjelaskan cara mengenali hoaks dan menolak politik uang.
  2. Kolaborasi Segitiga: Sinergi yang erat antara KPU,Penegak Hukum (Bawaslu, Kepolisian & Kejaksaan untuk tindakan hukum), dan Komunitas Sipil (ormas, lembaga adat, tokoh agama/masyarakat) untuk menciptakan norma sosial anti-hoaks dan anti-politik uang.
  3. Pelibatan Generasi Muda: Kaum muda Sukabumi yang melek digital harus dijadikan mitra strategis dalam menciptakan narasi kreatif dan kampanye positif di dunia maya.

Demokrasi berkualitas lahir dari pemilih yang cerdas dan berintegritas. Perjuangan KPU Kabupaten Sukabumi hari ini bukan lagi sekadar menyelenggarakan pemilu yang tertib, tetapi memimpin pertempuran untuk memenangkan pikiran dan hati nurani masyarakat Sukabumi dari jerat hoaks dan bujuk rayu politik uang. Ini adalah pekerjaan besar yang menentukan masa depan demokrasi kita. Hanya dengan inovasi, kolaborasi, dan ketegasan, dua musuh bebuyutan demokrasi ini dapat ditaklukkan. Mari dukung KPU Kabupaten Sukabumi untuk mewujudkan pemilu yang tidak hanya jujur dan adil secara prosedural, tetapi juga bermartabat secara substansial.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 9 Kali.